STRATIFIKASI SOSIAL DAN MOBILITAS SOSIAL
Kita akan selalu menemukan
stratifikasi sosial di dalam kehidupan mayarakat selama di dalam masyarakat
tersebut masih terdapat sesuatu yang dihargai. Dan tentunya, setiap masyarakat
senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam
masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal
tertentu tersebut yang dapat menumbuhkan adanya sistem lapisan dalam masyarakat
itu. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat dapat berupa uang atau benda-benda
yang bernilai ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, maupun ketaatan
seseorang dalam menjalankan perintah agamanya atau mungkn juga karena dari
keturunan yang terhormat. Dengan adanya stratifikasi sosial biasanya
menyebabkan adanya perbedaan sikap dari orang-orang yang berada dalam strata
sosial tertentu. Perbedaan sikap tersebut tercermin dari gaya hidupnya baik
cara berpakaian, tempat tinggal, cara berbicara, pemilihan tempat pendidikan,
hobi dan tempat rekreasi. Sistem lapisan sosial dalam masyarakat itu sendiri
diperlukan untuk penempatan individu dalam tempat-tampat yang tersedia dan
mendorongnya agar melaksanakan kewajibannya yang sesuai dengan kedudukan serta
peranannya. Dalam stratifikasi sosial juga terdapat mobilitas sosial yang
merupakan suatu gerak sosial yang memungkinkan seseorang untuk berpindah baik
vertikal maupun horizontal.
SRATIFIKASI SOSIAL
A. Pengertian Stratifikasi
(pelapisan) Sosial
Stratifikasi sosial adalah pembedaan
penduduk atau masyarkat ke dalam kelas-kelas secara hierarkis (bertingkat). Ada
beberapa pendapat tentang stratifikasi sosial :
Menurut Max Weber, stratifikasi
sosial adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarki menurut dimensi kekuasaan privelese
dan prestise. Sedangkan James C. Scot, mengatakan bahwa sistem pelapisan sosial
akan melahirkan mitos atau rasionalnya sendiri untuk menerangkan apa sebabnya
orang tertentu harus di anggap lebih tinggi kedudukannya dari orang lain.
B. Proses Terjadinya Stratfikasi
(lapisan) Sosial
Sistem lapisan masyarakat dapat
terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Pembentuk
sistem lapisan tersebut ialah kepandaian, tingkat umur (yang senior), dan
mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Akan tetapi, ada pula yang
dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Hal itu
biasanya berkaitan dengan pembagian
kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi-organisasi formal seperti
pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata atau perkumpulan.
C. Sifat-Sifat Pelapisan Sosial
Dilihat dari sifatnya pelapisan
dibagi menjadi 3 yaitu :
Pelapisan sosial tertutup yaitu
pelapisan sosial yang membatasi kemungkinan seseorang untuk berpindah lapisan
baik dari lapisan rendah ke lapisan yang tinggi maupun sebaliknya. Di dalam
sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan
dalam masyarakat adalah kelahiran. Sistem sosial tertutup jelas terlihat pada masyarakat
india yang berkasta atau di dalam masyarakat yang feodal, serta dalam
masyarakat yang lapisannya tergantung pada perbedaan-perbedaan rasial. Dalam
masyarakat India, keanggotaanya berlaku seumur hidup, perkawinannya bersifat
endogami, prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan, kasta terikat oleh
kedudukan yang secara tradisional telah ditentukan, dll.
Pelapisan sosial terbuka yaitu
pelapisan sosial dimana setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk
naik ke lapisan sosial yang lebih tinggi karena kemampuan dan kecakapannya
sendiri atau turun (jatuh) ke lapisan yang lebih rendah bagi mereka yang tidak
cakap dan tidak beruntung. Pada umumnya sistem terbuka ini memberi perangsang
yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan
pembangunan masyarakat daripada sistem yang tertutup. Contoh pelapisan sosial
terbuka banyak ditemukan pada masyarakat di negara industri maju dan pada
masyarakat demokrasi pada umumnya, termasuk di Indonesia.
Pelapisan sosial campuran yaitu
pelapisan sosial di mana masyarakat menggunakan lapisan sosial secara terbuka
pada suatu bidang dan pada bidang yang lain menggunakan pelapisan sosial secara
tertutup. Sistem lapisan sosial campuran dijumpai pada masyarakat Bali.
Meskipun secara budaya masyarakatnya terbagi dalam empat kasta yakni Brahmana,
Satria, Waisya, dan Sudra, akan tetapi dalam bidang ekonomi mereka menggunakan
pelapisan sosial yang bersifat terbuka karena setiap orang tanpa memandang
kelas atau kastanya dapat mencapai kedudukan yang lebih tinggi berdasarkan
kemampuan dan kecakapannya masing-masing. Jadi dapat saja seorang dari kalangan
Sudra menjadi pengusaha sukses dan terpandang dalam masyarakat. Kehidupan
sistem kasta di Bali umumnya terlihat jelas dalam hubungan perkawinan. Dan bagi
seorang gadis suatu kasta tertentu, umumnya dilarang bersuamikan seseorang dari
kasta yang lebih rendah. Jika itu terjadi maka gadis tersebut akan dikucilkan
bahkan tidak dianggap dalam masyarakat dan dibuang.
D. Dasar lapisan masyarakat
Biasanya pada lapisan atas tidak
hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Akan
tetapi, kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang
mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan
mungkin juga kehormatan. Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk
menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah ukuran
kekayaan, ukuran keku asaan, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan.
Ukuran-ukuran tersebut tidaklah bersifat limitatif karena masih ada
ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Akan tetapi, ukuran-ukuran diatas amat
menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat.
·
Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan
masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan diartikan
sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Berdasarkan
cara memperolehnya kedudukan dibedakan menjadi : a.) Ascribed Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat
yang diperoleh karena kelahiran. Contoh : Seperti yang ada di kesultanan
Ngayogyakarto, kita tahu gelar dan kedudukan sebagai seorang raja/sultan
sekaligus diperoleh dari kelahiran secara turun temurun dimana Sri Sultan Juga
menjabat sebagai Gubernur DIY. Kedudukan sebagai penguasa didapat atas
penetapan bukan dari pemilihan langsung oleh rakyat Yogyakarta itu sendiri, hal
ini yang waktu itu menjadi topik terhangat bahkan hingga kini masih di
bicarakan. MONARKI DALAM DEMOKRASI masih dalam perdebatan dikalangan elit
birokrasi negeri ini, ada sebagian yang menginginkan itu tetap ada tapi juga
banyak yang menginginkan adanya demokrasi, dengan diadakannya pemilihan
langsung wakil rakyat (gubernur) oleh rakyat. Rakyat Yogyakarta sendiri
menginginkan Sri Sultan Hamengkubuwono X tetap menjadi Gubernur karena menurut
mereka walaupun pemilihan Gubernur dilakukan secara langsung, jika Sri Sultan
mencalonkan diri tetap saja mereka akan memilih beliau. Menurut saya, itu hanya
akan membuang-buang biaya saja apabila demokrasi diterapkan di Daerah Istimewa
Yogyakarta dan merupakan hal yang sia-sia. Seharusnya pemerintah tidak perlu
mengangkat topik ini serta mengotak-atik tatanan yang sudah ada daerah ini,
yang membuat rakyat Yogayakarta marah dan melakukan protes, menuduh pemerintah
sudah tidak lagi ingat akan sejarah kota Yogyakarta. Dengan adanya kasus ini,
pemerintah dituntut bijaksana dalam menyelesaikan masalah, agar keberagaman
sebagai bangsa yang multikultural tetap terjaga dan tidak mengalami perpecahan.
b.) Achieved Status merupakan
kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja dan
hasil kerja kerasnya sendiri. Misalnya seseorang dari keluarga yang kurang
mampu menjadi Kepala Sekolah, disini ia telah melakukan mobilitas sosial secara
vertikal sekaligus telah mendapatkan kedudukan melalui usahanya sendiri karena
kedudukannya tersebut tidak didapat secara langsung dari ia lahir. Begitu juga
dengan profesi lainnya. c.) Assigned
Status ialah kedudukan yang didapat atas pemberian orang lain yang dianggap
telah berjasa dan telah memperjuangkan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi,
kadang-kadang kedudukan tersebut diberikan karena seseorang telah lama menduduki
suatu kepangkatan tertentu, misalnya seorang pegawai negeri. Contoh yang paling
tepat untuk menggambarkan ialah gelar pahlawan yang dberikan oleh pemerintah
kepada pejuang yang secara tidak langsung mengangkat kedudukannya di mata
masyarakat.
·
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Kedudukan dan
peranan tidak dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan
sebaliknya. Setiap orang mempunyai peranan lebih dari satu yang saling
berhubungan. Misalnya seorang anak juga seorang mahasiswa, ketua BEM REMA, dan
masih banyak perangkat peran lainnya yang ia sandang.
Jadi dapat dilihat bahwa setiap
individu menduduki status/kedudukan tertentu dalam masyarakat serta menjalankan
suatu peranan. Ketika seorang individu menduduki suatu kedudukan serta
menjalankan sebuah peranan terkadang dihadapkan pada pertentangan yang
berkaitan dengan status dan peranannya, konflik status dan konflik peranan akan
timbul apabila seseorang harus memilih salah satu diantara keduanya.
MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas sosial adalah perpindahan
status seseorang atau sekelompok orang dari posisi yang satu ke posisi yang
lain. Dilihat dari pergerakannya, terdapat dua bentuk mobilitas sosial yaitu
mobilias vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas vertikal adalah
perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau sekelompok orang pada
lapisan sosial yang berbeda. Dalam mobilitas vertikal terjadi perpindahan status
yang tidak sederajat, yaitu bergerak naik maupun turun dari strata satu ke
strata yang lain. Sedangkan mobilitas horizontal adalah perpindahan status
seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan yang sama. Mobilitas horizontal sosial
sangat diperlukan untuk penyegaran, peningkatan daya hasil dan daya guna
sehingga peranannya dapat lebih efektif dan efisien. Mobilitas sosial
horizontal bisa terjadi secara sukarela, tetapi bisa pula terjadi karena
terpaksa. Mobilitas sosial horizontal memiliki dua bentuk, yaitu mobilitas
antarwilayah dan mobilitas antargenerasi. Sedangkan faktor pendorong mobilitas
sosial adalah faktor struktural, faktor individu, status sosial, keadaan
ekonomi, situasi politik, dan faktor penghambat mobilitas sosial adalah
kemiskinan, diskriminasi kelas, perbedaan ras dan agama, perbedaan jenis
kelamin (gender), pengaruh sosialisasi yang sangat kuat serta perbedaan
kepentingan. Untuk saluran mobilitas itu sendiri ada angkatan bersenjata,
pendidikan, organisasi politik, lembaga keagamaan, organisasi ekonomi,
organisasi profesi, perkawinan dan organisasi keolahragaan.
KESIMPULAN
ΓΌ
Masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi sosial terbuka memberi
kesempatan pada para anggotanya untuk melakukan mobilitas sosial vertikal.
Mobilitas sosial yang terjadi dapat berupa social climbing ataupun social sinking.
Hal ini terjadi karena dalam masyarakat yang berstratifikasi sosial terbuka
komunikasi antaranggota masyarakat dari berbagai strata bersifat lebih terbuka
serta proses komunikasi dan perubahan berjalan lebih lancar, misalnya pada
masyarkat modern dan setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi
seorang kepala negara asalkan memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan. Sedangakan mobilitas pada masyarakat yang menganut sistem
stratifikasi sosial tertutup kemungkinan terjadinya mobilitas sosial vertikal
sangat kecil. Contohnya, masyarakat suku Badui Dalam, mereka lebih menjaga
nilai-nilai tradisional dan menolak adanya perubahan. Contoh lain adalah
masyarakat yang menganut sisitem kasta. Mudah tidaknya seseorang melakukan
mobilitas vertiakal salah satunya ditentukan oleh kekakuan dan keluwesan
struktur sosial dimana orang itu hidup.
0 Response to "STRATIFIKASI SOSIAL DAN MOBILITAS SOSIAL"
Posting Komentar